sikap kehati-hatian dalam muamalah
Sikap Kehati-Hatian
Kendatipun tujuan orang
untuk menggambar makhuk bernyawa sangat beragam, dan bahkan diantara para
tukang gambar atau pelukis tidak melakukknya atas dasar kejahatan, namun tetap
saja mengedepankan sikap kehati-hatian lebih utama dan lebih selamat.
Mungkin saja seseorang melukis wajah nenek moyangnya, atau tetua
di kampungnya hanya bertujuan untuk mengenang saja. Tapi anak cucunya setelah
itu boleh jadi akan memuliakan dan mengagungkan gambar tersebut karena tidak
faham. Generasi berikutnya mungkin akan membuat sesajian. Generasi berikutnya
lagi yang semakin tidak faham tujuan dibuatnya gambar tersebut akan
menjadikannya sebagai sesembahan. Dan ini yang dikahwatirkan. Lebih bahaya lagi
jika yang dilukis atau digambar adalah orang-orang yang dianggap mulia dan
memiliki kedudukan terhormat semasa hidupnya.
Hal
semacam ini pernah terjadi juga pada umat Nabi Nuh ‘alaihi salam yang
dikisahkan oleh allah dalam Surat Nuh.
وَقَالُوا لَا تَذَرُه ن آملَتََكُمْ وَلَا تَذَرُه ن وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَ غُوثَ
وَيَ عُوقَ ونَسْرًا
“Dan
mereka berkata, jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan
kamu, dan jangan sekali-kali pula kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan
jangan pula Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr.” (QS. Nuh: 23)
Imam
Asy-Syaukani menyebutkan dalam tafsirya tentang kisah Wadd, Suwa’, Yaguts,
Ya’uq dan Nasr dulunya mereka adalah orang-orang sholih yang hidup pada zaman
Nabi Nuh ‘alahisaalam. Ketika mereka meninggal dunia, dibuatkanlah
patung-patung, monument, yang masing-masing diberi nama mereka, untuk
mengenang. Tapi sayangnya, generasi setelanya, anak cucu mereka tidak faham,
dan akhirnya disembah
C. Pendapat Pertengahan
Ada kelompok yang terlalu
keras dalam berpendapat, ada juga yang terlalu lunak. Namun di tengah kedua
pendapat tersebut ada pendapat yang dinilai berada pada posisi pertengahan.
Artinya, perndapat pertengahan ini tidak menafikan keharaman gambar dan lukisan
pada keadaan dan kondisi tertentu, dan tetap memperhatikan kebolehannya dalam
kondisi yang lain.
Menurut kalangan Malikiyah dan Ibn Hamdan dari kalangan Hanbilah,
bahwa gambar menjadi haram jika memenuhi beberapa kriteria berikut ini:
1. Patung Manusia Dan Hewan
Gambar manusia dan hewan
yang memiliki bentuk tiga dimensi seperti patung dan berhala. Namun jika
terlukis di atas bidang datar seperti dinding, kertas, dan kanfas hukumnya
makruh dan tidak sampai pada derajat haram. Hal senada disampaikan juga Imam
Nawawi, bahwa yang diharamkan hanya Shurah yang benbentuk
patung (timtsal).9
2. Gambar Dibuat Sempurna
Menurut Malikiyah, jika
gambar yang dibuat tidak memiliki kelengkapan badan seperti kepala yang
terpotong, bentuk perut yang terkoyak dan lain sebagianya, maka secara mutlak
tidak haram.
Pendapat yang sama pun disampaikan olehkalangan Syafi’iyah dan
Hanbilah. 10 Hanya saja Syafi’iyah menghususkan hanya kepala saja.
Jadi jika yang terpotong hanya perut atau kaki, maka tetap dianggap haram.11

0 Response to "sikap kehati-hatian dalam muamalah"
Post a Comment